-->

Mat Halil dan Cerita Timnas Seminggu (Loyalitas mat halil patut ditiru.)


Soal kesetiaan, arek-arek Persebaya pantas belajar pada Mat Halil. Lima belas tahun sudah pemain jebolan SSB Sasana Bhakti (Sakti) itu mengenakan kostum Bajul Ijo. Tak sekali pun Halil berniat pindah klub, meski iming-iming kontrak tinggi kerap menggodanya. Sekarang, bek tangguh yang baru menapak 32 tahun ini menjadi pemain paling senior di Persebaya. Sampai kapan?

GONCANGAN kesetiaan terhadap Halil datang pada tahun 2003. Kala itu sejumlah pemain teras Persebaya, yang juga senior Halil, memutuskan hijrah ke PSPS Pekanbaru. Gonjang-ganjing keuangan Persebaya yang berimbas dipotongnya gaji pemain jadi alasan utama. Di sisi lain, PSPS menawarkan bayaran yang 'wah' untuk ukuran saat itu.

"Ketika itu saya ditawari kontrak Rp 150 juta semusim dan gaji Rp 15 juta sebulan. Sementara di Persebaya gaji saya cuma Rp 6 juta dengan kontrak Rp 85 juta," kata Halil saat ditemui di Surabaya, Jumat (30/11). Bek sayap kelahiran Surabaya, 3 Juli 1979 itu bergeming, kendati seniornya macam Uston Nawati, Bejo Sugiantoro, atau Uston Nawawi, ramai-ramai berganti kostum PSPS.

Paham Halil masih ragu, manajemen PSPS memberinya kesempatan mencoba ikut latihan dulu seminggu. Tiket Surabaya-Pekanbaru ditanggung pergi-pulang. "Tapi saya tetap nggak mau. Rasanya sulit meninggalkan Persebaya. Selain kadung cinta, terus terang saya ini tergolong homesick," aku pemain yang gabung Persebaya junior sejak 1996 ini.

Bagi Halil, Persebaya bukan sekadar tempat mencari nafkah sebagai pesepakbola profesional. Lebih dari itu, Persebaya adalah ajang penyaluran hobi sekaligus naluri mengolah si kulit bundar. Suami Chusnul Chotimah dan bapak dua anak, Ikfina Lusiana Bilfauzah serta Muhammad Hikal Akbar, ini tak tahu sampai kapan bakal berbaju Persebaya. Halil tak menetapkan target, selain memberi gambaran, "Sepanjang tenaga saya masih dibutuhkan saya selalu siap membela Persebaya."

Pun soal rencana gantung sepatu, dia tak mau menyebut sampai usia berapa. "Selama masih kuat saya akan terus bermain. Uston dan Anang Ma'ruf yang sudah 34 tahun saja masih bisa," katanya mantap. Sejak masuk Persebaya senior tahun 2000, Halil merasa seakan menemukan rumah idamannya. Halil mendapati suasana kekeluargaan dan para senior yang selalu memberinya bimbingan, mulai Bejo, Uston, Anang Ma'ruf, hingga Mursyid Efendi. Cinta matinya pada Persebaya pun tumbuh.

Usia yang terus merambat tak bisa membunuh perasaan itu. Halil tak gentar bersaing dengan deretan defender muda Persebaya seperti Khomad Suharto, Revalino Ardiles, Nurmufidfastabiqul Khoirot, atau Jefri Prasetyo, yang lebih cepat dan bertenaga. "Saingan oke, yang penting sehat. Justru itu tantangan bagi saya agar pintar-pintar menjaga kondisi.Tapi kalau ada ganti saya yang lebih baik, silakan saja. Toh semuanya demi Persebaya," tegas pemilik El Faza, klub anggota kompetisi internal Persebaya, ini.



Tak Kerasan di Timnas

Sebagai pemain, Halil mencapai puncak karir di tahun 2004 ketika dipanggil pelatih Ivan Venkov Kolev mengikuti seleksi timnas senior di Jakarta. Seleksi itu juga diikuti Budiman Yunus, Kurniawan D Yulianto, serta kapten Persebaya Bejo Sugiantoro. Apa lacur, peluang emas itu terbuang percuma karena Halil tidak kerasan hidup di ibukota.

Dalam sebuah latihan game, Halil yang berlari dari belakang berhasil melewati beberapa pemain dan akhirnya mencetak gol. Setelah itu Halil langsung lemas, ada rasak sesak di dadanya. "Kenapa? Menyesal ya cetak gol," sindir Bejo, yang tahul betul adik angkatnya itu tidak enjoy mengikuti seleksi timnas. Halil tak menjawab, meski hatinya membenarkan ucapan Bejo.

Sindrom homesick membuat Halil hanya seminggu bertahan di timnas. Agar diijinkan pulang, otak 'nakal' pemain yang naik haji tahun 2009 ini menemukan alasan tepat. "Saya bilang ke pelatih kalau selangkangan saya sakit, barulah diijinkan pulang. Karena tidak juga kembali akhirnya nama saya dicoret," katanya enteng.

Menyesalkah Halil? "Nggak tahulah, yang jelas suasana Jakarta beda jauh dengan Surabaya. Percuma saja saya paksakan kalau tidak kerasan. Betul kan?" cetusnya minta pembenar. Lepas dari timnas, Halil benar-benar fokus dengan karirnya di Persebaya. Tapi dia sadar betul usia emas seorang pemain ada batasnya. Karena itu pelan-pelan dia mulai menyiapkan antisipasi bila kemampuannya bermain bola sudah tidak bisa 'dijual' lagi.

"Saya ingin jadi pelatih. Bulan Januari ini saya ikut kursus pelatih C Nasional," beber Halil. Di luar bola, pemilik nomor punggung 2 ini juga mulai merintis bisnis kos-kosan. Saat ini dia punya 10 kamar kos di Krian, Sidoarjo, yang dekat dengan kawasan industri. "Kos-kosan itu saya khususkan untuk pasangan suami istri, sekarang sudah penuh. Lagi saya rehab jadi lantai dua," katanya lagi.

Halil masih punya aset rumah lumayan mewah di Sidoarjo kota. Atas saran sang ayah, rumah itu hendak dia jual guna dibelikan ruko di Surabaya. "Belum tahu nanti mau jualan apa, mungkin alat-alat olahraga," tutup anak kedua dari tiga bersaudara ini. (Sumarlin)

BIODATA MAT HALIL

Kelahiran: Surabaya, 3 Juli 1979
Tinggi : 167 cm
Berat : 65 kg
Nomor Punggung : 2
Istri : Chusnul Chotimah
Anak : Ikfina Lusiana Bilfauzah, Muhammad Hikal Akbar
Karir : SSB Sakti (1990-1996), Persebaya Junior (1996-1999), Persebaya Senior (1999-Sekarang)

 
DI KARAWANG KAMI BERPIJAK...DI SURABAYA KAMI BERPIHAK...KAMI ADA UNTUK PERSEBAYA... BONEK KARAWANG